Fenomenologi
Fenomenologi adalah sebuah studi dalam bidang filsafat yang mempelajari manusia sebagai sebuah fenomena. Ilmu fenomonologi dalam
filsafat biasa dihubungkan dengan ilmu hermeneutik, yaitu ilmu yang mempelajari
arti daripada fenomena ini.
Istilah ini pertama kali
diperkenalkan oleh Johann Heinrich
Lambert (1728 - 1777), seorang filsuf Jerman. Dalam bukunya Neues Organon
(1764). ditulisnya tentang ilmu yang tak nyata.
Dalam pendekatan sastra, fenomenologi
memanfaatkan pengalaman intuitif atas fenomena, sesuatu yang hadir dalam
refleksi fenomenologis, sebagai titik awal dan usaha untuk mendapatkan
fitur-hakikat dari pengalaman dan hakikat dari apa yang kita alami. G.W.F.
Hegel dan Edmund Husserl
adalah dua tokoh penting dalam pengembangan pendekatan filosofis ini.
Tradisi
fenomenologi berkonsentrasi pada pengalaman pribadi termasuk bagian
dari individu – individu yang ada saling memberikan pengalaman satu sama
lainnya. Komunikasi di pandang sebagai proses berbagi pengalaman atau informasi
antar individu melalui dialog. Hubungan baik antar individu mendapat kedudukan
yang tinggi dalam tradisi ini. Dalam tradisi ini mengatakan bahwa bahasa adalah
mewakili suatu pemaknaan terhadap benda. Jadi, satu kata saja sudah dapat
memberikan pemaknaan pada suatu hal yang ingin di maknai.
Pada dasarnya fenomenologi adalah
suatu tradisi pengkajian yang digunakan untuk mengeksplorasi pengalaman
manusia. Seperti yang dikemukakan oleh Littlejohn
bahwa fenomenologi adalah suatu tradisi untuk mengeksplorasi pengalaman
manusia. Dalam konteks ini ada asumsi bahwa manusia aktif memahami dunia
disekelilingnya sebagai sebuah pengalaman hidupnya dan aktif
menginterpretasikan pengalaman tersebut.Asumsi pokok fenomenologi adalah
manusia secara aktif menginterpretasikan pengalamannya dengan memberikan makna
atas sesuatu yang dialaminya. Oleh karena itu interpretasi merupakan proses
aktif untuk memberikan makna atas sesuatu yang dialami manusia. Dengan kata
lain pemahaman adalah suatu tindakan kreatif, yakni tindakan menuju pemaknaan.
Manusia memiliki paradigma
tersendiri dalam memaknai sebuah realitas. Pengertian paradigma adalah suatu cara pandang untuk
memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para
penganut dan praktisinya. Paradigma menunjukkan sesuatu yang penting, absah,
dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada
praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan
eksistensial atau epistimologis yang panjang.
Fenomenologi menjelaskan fenomena
perilaku manusia yang dialami dalam kesadaran. Fenomenolog mencari pemahaman
seseorang dalam membangun makna dan konsep yang bersifat intersubyektif. Oleh
karena itu, penelitian fenomenologi harus berupaya untuk menjelaskan makna dan
pengalaman hidup sejumlah orang tentang suatu konsep atau gejala. Natanson
menggunakan istilah fenomenologi merujuk kepada semua pandangan sosial yang
menempatkan kesadaran manusia dan makna subjektifnya sebagai fokus untuk
memahami tindakan sosial.
Berdasar asumsi ontologis,
penggunaan paradigma fenomeologi dalam memahami fenomena atau realitas
tertentu, akan menempatkan realitas sebagai konstruksi sosial kebenaran.
Realitas juga dipandang sebagai sesuatu yang sifatnya relatif, yaitu sesuai
dengan konteks spesifik yang dinilai relevan oleh para aktor sosial. Secara
epistemologi, ada interaksi antara subjek dengan realitas akan dikaji melalui
sudut pandang interpretasi subjek. Sementara itu dari sisi aksiologis, nilai,
etika, dan pilihan moral menjadi bagian integral dalam pengungkapan makna akan
interpretasi subjek.
Jenis-Jenis
Tradisi Fenomenologi
Inti dari tradisi fenomenologi
adalah mengamati kehidupan dalam keseharian dalam suasana yang alamiah. Tradisi
memandang manusia secara aktif mengintrepretasikan pengalaman mereka sehingga
mereka dapat memahami lingkungannya melalui pengalaman personal dan langsung
dengan lingkungannya. Titik berat tradisi fenomenologi adalah Pada bagaimana
individu mempersepsi serta memberikan interpretasi pada pengalaman
subyektifnya. Adapun varian dari tradisi Fenomenologi ini adalah,:
- Fenomena Klasik, percaya pada kebenaran hanya bisa didapatkan melalui pengarahan pengalaman, artinya hanya mempercayai suatu kebenaran dari sudut pandangnya tersendiri atau obyektif.
- Fenomenologi Persepsi, percaya pada suatu kebenaran bisa di dapatkan dari sudut pandang yang berbeda – beda, tidak hanya membatasi fenomenologi pada obyektifitas, atau bisa dikatakan lebih subyektif.
- Fenomenologi Hermeneutik, percaya pada suatu kebenaran yang di tinjau baik dari aspek obyektifitas maupun subyektifitasnya, dan juga disertai dengan analisis guna menarik suatu kesimpulan.
Prinsip
Dasar Fenomenologi
Stanley Deetz menyimpulkan tiga
prinsip dasar fenomenologis:
- Pengetahuan ditemukan secara langsung dalam pengalaman sadar. Kita akan mengetahui dunia ketika kita berhubungan dengan pengalaman itu sendiri.
- Makna benda terdiri dari kekuatan benda dalam kehidupan seseorang. Bagaimana kita berhubungan dengan benda menentukan maknanya bagi kita.
- Bahasa merupakan kendaraan makna. Kita mengalami dunia melalui bahasa yang digunakan untuk mendefinisikan dan mengekspresikan dunia itu.
Prosedur
Penelitian Fenomenologi
Dalam melaksankan penelitian dengan
metode fenomenologi, terdapat 4 tahapan yang perlu dilakukan, diantaranya
sebagai berikut[1].
- Epoche. Seorang peneliti harus melepaskan dirinya dari dugaan-dugaan awal penelitian, artinya peneliti tidak bisa melibatkan penelitian dengan pengalaman pribadinya.
- Reduksi Fenomenologi. Dalam tahapan ini peneliti bisa menemukan inti penelitian yang dilakukan dengan cara membandingkan persepsi.
- Variasi Imajinasi. Dalam tahapan ini penelitia mulai menggali tema-tema pokok dimana fenomena mulai muncul dengan sistematis.
- Sintesis makna dan esensi. Menggambarkan kondisi fenomena yang dialami objek penelitian.
Daftar pustaka:
https://id.wikipedia.org/wiki/Fenomenologi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar