Rabu, 07 Desember 2016

“DINAMIKA DESA DALAM PEMBANGUNAN”



NAMA                 :  SUFIYAH
NIM                     :  2290150029
JURUSAN           :  PENDIDIKAN SOSIOLOGI
MATA KULIAH    :  SOSIOLOGI PEDESAAN
TEMA                  :   “DINAMIKA DESA DALAM PEMBANGUNAN”
JUDUL                 :    Problem dalam pembangunan desa

manusia yang dulunya hidup ditengah hutan rimba yang menyendiri atau individu yang sangat susah untuk bertahan karena banyaknya ancaman dari alam, oleh sebab itu individu-individu ini mengumpul menjadi sebuah kelompok. Kelompok-kelompok ini tinggal digua dan untuk makanan para pria mencari makan, sedangkan wanita harus memasak dan menjaga anak-anak didalam gua. Mereka selalu berpindah-pindah dari gua satu kegua yang lain atau yang disebut dengan nomaden. Setelah mereka hidup menetap, mereka membentuk suatu perkampungan. Baik yang berada dipesisir maupun yang ada dipegunungan, dan  mereka membentuk masyarakat untuk bertahan hidup. Masyarakat tersebut membentuk kebudayaannya masing-masing supaya dikenal oleh masyarakat yang lain.  
Dari pemaparan diatas ada beberapa alasan yang membentuk suatu masyarakat[1] :
a.    Untuk hidup yaitu sandang, pangan, dan papan
b.    Untuk mempertahankan hidupnya dari ancaman
c.    Untuk mencapai kemajuan dalam hidupnya.

Masyarakat ini menempati suatu wilayah dan membentuk suatu tatanan kehidupan yang dimana dalam masyarakat ini ada pemimpin yang dipilih oleh mereka yang disebut dengan desa.  Masyarakat ini menempati beberapa daerah, sehingga berbeda pula sebutan desanya. Seperti contohnya jika desa itu terletak pada daerah pesisir biasanya disebut sebagai desa nelayan atau desa tersebut jika terletak dipegunungan dan pekerjaan masyarakatnya petani bisanya disebut desa pertanian.

Diseluruh dunia ini mempunyai banyak desa, begitu pun indonesia. Indonesia  mempunyai banyak desa  sekitar 73.000 dan juga sekitar 8.000 kelurahan[2] oleh sebab itu indonesia harus mempunyai strategi politik dan geopolitik yang tepat disetiap daerah karena untuk memajukan desa tersebut dan Indonesia ini bisa menjadi negara yang maju.
Untuk mencapai standar negara maju indonesia masih banyak yang harus dilakukan salah satunya adalah mensejahterakan rakyatnya.

Desa merupakan sasaran utama bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Disetiap daerah berbeda-beda potensi yang dimiliki desa tersebut untuk dikembangkan, oleh karena itu pemerintah daerah mengambil kebijakan sesuai dengan kondisi daerahnya.

Kebijakan pemerintah tersebut anatara lain dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah yang terbaru yaitu peraturan pemerintah republik indonesia nomor 43 tahun 2014 tentang peraturan pelaksanaan undang-undang  nomor 6 tahun 2014 tentang desa.  Selain itu juga pemerintah mengambil kebijakan tentang wajib belajar 12 tahun supaya anak-anak dipedesaan bisa berpikir lebih maju.

Menurut Troeller (1978) ada empat pendekatan pembangunan, yaitu: pertumbuhan dan pemerataan, ketergantungan, tata ekonomi baru, kebutuhan pokok, dan kemandirian.[3]
Pertumbuhan dan pemerataan yang dimaksud disini adalah suatu negara yang berkembang dengan kemampuanya sendiri dan juga bisa membuat pendapatan nasional menjadi rata, tidak ada perbedaan disetiap daerah, sehingga daerah bisa ikut berkembang dan juga bisa mengo ptimalkan potensi apa yang daerah itu punya. Dan dengan pemerataan pendapatan tersebut tidak ada konflik anatar daerah karena pemberian pendapatan daerah yang berbeda.
Yang kedua ketergantungan indonesia terhadap produk luar negri, seharusnya masyarakat indonesia lebih mencintai produknya dibandingkan produk luar. Karena jika kita membeli produk negri kita sendiri, secar tidak langsung kita bisa menaikan pendapatan nasional. Dengan menaikan pendapatan nasional, pemerataan pendapatan daerah bisa rata.
Yang ketiga tata ekonomi baru, yaitu kita harus menemukan bagaimana cara mengoptimalkan kemampuan negara kita ini supaya menjadi maju. Untuk itu diperlukannya  suatu strategi yang abru untuk indonesia supaya mengoptimalkan kemampuannya, terutama desa-desa yang masih tertinggal jauh oleh desa yang lain.
Keempat adalah kebutuhan pokok, dimana yang dimaksud adalah kita bisa memenuhi kebutuhan pokok kita didalam negri kita sendiri. Tapi yang menjadi kendala ini adalah para petani yang ada didesa kekurangan modal selain itu juga industialisasi oleh pihak asing lebih cepat berkembang dan mengahancurkan desa-desa yang ada vpabrik industri tersebut, selain itu juga pabrik industri ini membunuh pemikiran masyarakat setempat untuk tidak melanjutkan pendidikan karena gajih menjadi buruh industri tersebut lebih besar dibandingkan dengan sarjana yang kuliah. Yang ujung-ujungnya gajihnya dibawah  buruh tersebut.
Yang terakhir adalah kemandirian negara tersebut. Kemandirian yang dimaksud disini adalah negara kita tidak akan ketergantungan dengan negara lain, terutaman utang dengan IMF. Seharusnya kita bisa meminjamnya sedikit, karena kita sepatutnya berdiri sendiri diatas kaki sendiri.
Dalam pengupayaan hal tersebut masyarakat indonesia ikut dalam partisipasi, terutama untuk dalam membangun daerah-daerah yang masih tertinggal. Dalam pembangunan desa sanagat diperlukannya msyarakat yang aktif berpartisipasi, karena akan lebih mudah menjadi masyarakat itu lebih maju. Untuk memajukan sebuah desa ada beberapa yang harus diperhatikan dari segi ekonomi, pendidikan, politik, sosial dan budayanya.
Pertama dari ekonomi, didesa kita bisa melihat dari pendapatan masyarakat desa tersebut. Contohnya seorang petani dengan pendapatannya hanya satu juta, bagaimana dia akan menyekolahkan anaknya jika hanya pendapatanya  hanya satu juta, itu pun pendapatan bruto. Oleh karena tu seharusnya para petani mendapat sumbangan pupuk dari pemerintah atau setidaknya menjual setengah harga karena untuk meningkatkan produktivitas masyarakat tersebut.
Dalam UU desa, desa dapat mendirikan BUMDesa, dikelola secara kekeluargaan dan gotong royong. BUMDesa dapat difungsikan untuk merevitalisasi konsep “ LUMBUNG DESA” untuk menyediakan saprodi pertanian dan menampung hasil panen sehingga mampu menstabilitaskan harga panen petani.
Ini adalah usaha perlindanag petani dari flukturasi harga yang merugikan. Pemerintah harus memberikan hibah dan akses permodalan, pendamping teknis dan aksesb ke pasar, dan memprioritaskan BUMDES daalm pengelolaan SDA didesa atau sekitar desa.
Kedua dari bidang pendidikan, dalam bidang pendidikan biasanya masyarakat desa lebih tertinggal dari pada masyarakat kota karena tenaga pendidik di desa kurang atau justru bukan tenaga ahli yang mengajar. Oleh karena itu perlunya pembangunan desa dalam dunia pendidikan, karena dunia pendidikan dapat merubah mereka menjadi lebih baik. Setidaknya ada anak desa yang bisa melanjutkan sekolahnya minimal SMA dan lebih bagus lagi jika melanjutkan sampai kuliah, karena jika pendidikan anak desa tersebut tinggi maka kemungkinan besar akan membantu memajukan desanya.
Dan selain itu seharusnya pemerintah juga memberikan penyeluruhan tentang pendidikan kepada orang tua yang di desa karena jika orang tua berpikir untuk anaknya menjadi lebih maju, maka akan lebih muda untuk anak-anak yang ingin melanjutkan sekolahnya.
Katiga dalam bidang politik, kita bisa melihat sistem pemerintahanya didesa. Didesa biasanya kepala desa dipilih oleh masyarakatnya langsung. Dalam pengembangan desa, peran kepala desa sangat membantu untuk pembangunan desa. Karena program dan juga kebijakan untuk kemajuan desa tersebut, misalnya kepala desa yang akan membangun koperasi serba guna yang mana usahanya itu menyediakan pupuk, bibit untuk para petani. Selain itu juga bisa mendistributor pemasaran dari hasil petani dari desa tersebut.
Program kepala desa juga bisa untuk membangun desa tersebut dari desa swadaya menjadi desa swakarya. Misalnya program pemerintah itu adalah menjaga kebersihan lingkungan yang didalamnya  selain menjaga kebersihan lingkungan, selain itu juga memberi pelatihan kepada warganya agar sampah-sampah yang itu bisa di daur ulang untuk menciptakan kreativitas dalam masyarakat tersebut selain bertani.
Dan yang terakhir adalah dari kondisi sosial dan budaya masyarakat desa tersebut. Interaksi antar anggota masyarakat akan mempengaruhi pertumbuhan desa tersebut. Jika masyarakat itu saling bahu membahu untuk kemajuan desa tersebut akan lebih mudah untuk berkembang lebih pesatnya, jika dalam kondisi yang setengah dari masyarakat itu apatis dalam kegitan pembangunan desa itu akan lebih susah. Selain melihat dari tingkat solidaritas masyarakat tersebut, kita juga bisa melihat dari masyarakat tersebut dengan penerimaan budaya asing yang positif. Tidak langsung melabel kebudayaan asing itu negatif, karena jika suatu masyarakat desa yang dapat memfilter kebudayaan tersebut maka akan lebih mudah untuk maju.
Selian dari hal yang dari pembahsan diatas, masuknya teknologi juga dalam masyarakat desa juga sangat mempengaruhi pertumbuhan desa tersebut. Akan lebih mudah kita bisa mengoptimalkan potensi yang ada didesa dengan menggunakan teknologi yang ada.
Dalam pembangunan desa kita perlu banyak modal untuk pembangunan tersebut. Berdasarkan  UU No. 6 tahun 2014 sumber-sumber pendapatan desa dan dana desa antara lain[4] :
a.    Pendapatan asli desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan desa
b.    Alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara :
-       10% dari dana transfer ke daerah
-       Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota
-       10% dari pajak dan retribusi daerah
c.    Alokasi dana desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota ;
-       10% dari DAU+ DBH
d.    Bantuan keunagan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi dan angaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota
e.    Hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga;
f.     Dan laian-lain pendapatan desa yang sah








[1] Soetarjo Kartohadikoesoemo, Desa, yogyakarta, Sumur Bandung, 1965, hal 5
[2] Budiman Sudjatmiko, Desa kuat Indonesia Hebat, Yogyakarta, Pustaka Yustisia, 2015, hal 63
[3] Fredian Tonny Nasdian, Penngembangan Masyarakat, Jakarta, yayasan pustaka obor indonesia, 2015, hal 9
[4] Budiman Sudjatmiko, Desa kuat Indonesia Hebat, Yogyakarta, Pustaka Yustisia, 2015, hal 11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar